HADIRILAH
Hadirin, ternyata perayaan tahun baru tidak
hanya sebatas merengkuh kebersamaan saja. Tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait
dengan ritual keagamaan atau kepercayaan
mereka terhadap DEWA.
Contohnya
di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil
berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan
bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai
tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja. Dewa laut yang terkenal
dalam legenda negara tersebut
Seperti
halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan
pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling
memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan
semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka
dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke
belakang).
Sedangkan
menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta
perayaan New Year's Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan
kekurangan pangan selama setahun penuh. Berikut akan disampaikan mengenai sejarah Tahun Masehi
Sejarah
Tahun Masehi
Hadirin, di tengah gencarnya ajakan dari
sana-sini untuk merayakan tahun baru, kita justru sedih.
Sedih karena banyak di antara kita, khususnya Umat Islam,
tidak “ngeh”
kalau perayaan tahun baru merupakan
bagian dari hari suci umat Kristen.
Seperti yang tercantum dalam pernyataan dari kedubes AS perihal sejarah dan
perayaan tahun baru.
Bagi
orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi
dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus
atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus
lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut
tahun Masehi.
Untuk
pertama kalinya dalam sejarah, tanggal 1 Januari dirayakan sebagai hari tahun
baru. Tepatnya tanggal 1 Januari tahun 45 Sebelum Masehi (SM). Tak lama setelah
Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, dia memutuskan untuk mengganti
penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ke-7 SM. Dalam
mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, ahli
astronomi dari Aleksandria, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat
dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang
Mesir.
Sementara
kalender sekarang yang banyak dicari di akhir tahun adalah Kalender Gregorian
atau kalender Masehi. Kalender ini yang dinobatkan sebagai standard
penghitungan Hari Internasional.
Pada mulanya kalender ini dipakai untuk menentukan jadwal kebaktian gereja-gereja Katolik dan Protestan. Termasuk
untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia.
Hindari
Tasyabuh...
Hadirin, sekarang kita tahu bahwa perayaan pergantian tahun merupakan tradisi yang berasal
dari orang kafir. Dengan dukungan sumber informasi dunia yang mereka kuasai,
mereka menyeru dan mempublikasikan hari-hari besarnya ke seluruh lapisan
masyarakat serta dibuat kesan seolah-olah hal itu merupakan hari besar yang
sifatnya umum, populer, tren, dan bisa diperingati oleh siapa saja. Padahal ini
merupakan salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya.
Sialnya,
banyak dari kita yang tidak menyadari serangan budaya ini.
Terlena oleh acara malam tahun baru yang dikemas secara apik dan menarik. Rasul
dengan tegas melarang umatnya untuk meniru-niru budaya atau tradisi agama atau
kepercayaan lain. Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang menyerupai
(bertasyabuh) suatu kaum, maka ia termasuk salah seorang dari mereka. (HR.
Abu Dawud, Ahmad, dan ath-Thabrani)
Dalam
hadits lain diceritakan: ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah saw.
untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama
sebuah tempat), maka Nabi saw. menanyakan kepadanya (yang artinya): Apakah
di sana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah? Dia
menjawab, Tidak. Beliau bertanya, Apakah di sana tempat
dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ? Dia menjawab, Tidak. Maka
Nabi bersabda, Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh
melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki
oleh anak Adam [Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan
syarat al-Bukhari dan Muslim]
Hadits
di atas mengajarkan kita untuk menghindari syiar dan ibadah orang kafir baik
yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Meski itu dalam rangka beribadah
kepada Allah. Sebab hal itu sama saja
turut menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.
Hadirin, semoga dalil di atas cukup mampu
mengerem keinginan untuk berpartisipasi dalam perayaan tahun baru atau
hari-hari besar umat lain. Kecuali kalau
kita mau digolongkan ke dalam penganut agama selain Islam. Tahu dong,
konsekuensinya kalau Allah menggolongkan kita ke dalam
golongan orang-orang kafir. Kita bakal kekal di neraka.
Apa yang Harus
Kita Perbuat
Pertama
, kita tidak perlu malu dan segan untuk menolak ajakan teman
untuk hura-hura dan pesta-pora di malam tahun baru. Di hadapan temen-temen boleh jadi
kita dianggap sombong, tidak toleran, atau malah dikira makhluk
asing karena beda'. Tapi di hadapan Allah, kita bisa termasuk golongan para
penghuni surga. Amiin.
Kedua
, kita tidak ikut tahun baruan bukan berarti
kita tidak peduli dengan pergantian tahun.
Tetep kita menyadari
kalo pergantian tahun merupakan bagian dari perubahan waktu. Saking sadarnya,
kita mencoba mensikapi waktu seperti yang dicontohkan tauladan kita, Nabi saw.
Bukan dengan euforia bergelimang maksiat, tapi sebagai alat ukur untuk
mengevaluasi kemajuan diri kita.
Rasulullah
saw. bersabda: Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur
dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi
panjang umur dan jelek amalannya. (HR. Ahmad)
Hadirin, kesempatan yang Allah berikan tidak akan datang dua kali. Waktu yang telah kita lewati tidak akan bisa diputar ulang. Tapi akan terus lari dan pergi.
Kita
perlu sadari bahwa kita tidak akan selamanya muda. Jika usia
kita panjang, mau tidak mau, waktu akan
mengantarkan
kita memasuki kehidupan orang dewasa dengan segudang permasalahannya. Apa yang
kita harapkan di masa depan jika sekarang kita lebih senang hura-hura dan pesta-pora dibanding memanfaatkan
waktu untuk mengasah keterampilan, pola sikap, dan pola pikir kita.
Suatu
saat juga kita akan sampai di ujung waktu. Satu masa dalam hidup saat kita tidak mungkin diberi kesempatan ulang untuk
berbuat baik atau bertaubat. Masihkah kita memimpikan
kesenangan surgawi di kala kita sibuk mengejar materi dan popularitas dengan
mengorbankan aturan Ilahi.
Karena
itu, mari kita sama-sama sambut kesempatan yang Allah berikan dengan memperbanyak amal saleh dan mengurangi amal
salah. Kita luruskan niat dalam berperilaku semata-mata mengharap ridho
Allah Swt. Kita ringankan langkah kaki menuju taman-taman surga tempat
mengkaji, memahami, meyakini semua aturan Allah SWT.
Kita kuatkan pijakan kaki kita di atas akidah Islam di tengah serangan budaya
dan pemikiran Barat. Kita padati hari-hari kita untuk siapkan perbekalan dalam
menghadapi masa tua dan masa persidangan Yaumul
Hisab kelak. Terakhir, kita semayamkan dalam diri kita semangat
perjuangan Rasulullah saw., para shahabat, tabi'in untuk mengembalikan Izzah
Islam. Menjadikan hari ini lebih baik dari
pada hari kemarin. Dan hari esok menjadi lebih baik lagi daripada hari ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ’anhu ia berkata: “Jika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam hendak bangun dari suatu majelis beliau membaca: Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika “Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu, aku bersaksi bahwa tiada ilah selain Engkau aku mohon ampun dan bertaubat kepadaMu". Seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca?” Beliau menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis.” (HR Abu Dawud 4217)
0 Response to "Tradisi Perayaan Tahun Baru Masehi "
Posting Komentar